KulinerSebagai Identitas Budaya. Seringkali, meski tidak selalu, yang dijadikan sebagai penanda atau penciri untuk menunjuk kekhasan alias keunikan suatu daerah atau tempat tertentu adalah makanan alias kuliner daerah tersebut. Contohnya Bandung identik dengan peyeum-nya, Madura dan Betawi dengan soto-nya, dan Jogja dengan gudeg-nya. Kearifan lokal dapat dijadikan modal berharga bagi daerah untuk meningkatkan daya saing daerahnya terhadap daerah lainnya. Oleh karena itu, pemerintahan daerah wajib melindungi dan mengembangkan kearifan lokal tersebut. Berdasarkan penelitian di Sampang dan Pamekasan terdapat potensi pengembangan kearifan - lokal yang dapat digunakan sebagai media promosi daerah melalui pembentukan peraturan daerah yang dibentuk oleh pemerintahan daerah. Penelitian yang menggunakan metode penelitian hukum sosial menemukan bahwa kearifan lokal ini perlu dilindungi dengan sebuah regulasi daerah yaitu peraturan daerah. Adanya regulasi ini, diharapkan akan timbul, tanggungjawab, hak dan kewajiban yang ditanggung bersama antara masyarakat, pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya sehingga dapat pula meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014 ISSN 2339-1553 767 OPTIMALISASI KEARIFAN LOKAL SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN DAYA SAING DI SAMPANG DAN PAMEKASAN MELALUI PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH* Encik Muhammad Fauzan1, Sukardi2 1Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura 2Fakultas Hukum Universitas Airlangga Abstrak Kearifan lokal dapat dijadikan modal berharga bagi daerah untuk meningkatkan daya saing daerahnya terhadap daerah lainnya. Oleh karena itu, pemerintahan daerah wajib melindungi dan mengembangkan kearifan lokal tersebut. Berdasarkan penelitian di Sampang dan Pamekasan terdapat potensi pengembangan kearifan -lokal yang dapat digunakan sebagai media promosi daerah melalui pembentukan peraturan daerah yang dibentuk oleh pemerintahan daerah. Penelitian yang menggunakan metode penelitian hukum sosial menemukan bahwa kearifan lokal ini perlu dilindungi dengan sebuah regulasi daerah yaitu peraturan daerah. Adanyanya regulasi ini, diharapkan akan timbul, tanggungjawab, hak dan kewajiban yang ditanggung bersama antara masyarakat, pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya sehingga dapat pula meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat. Kata Kunci Kearifan Lokal, Peraturan Daerah, Perlindungan, Daya Saing Local wisdom is important modal for the local government to increase local competitiveness. Therefore, local government must protect and develop the local wisdom. It appeared the curiosity to conduct the research on local wisdom. Thus, the research was held in Sampang and Pamekasan to explore a local government potency to develop and protect the local wisdom through making local laws. It used social legal research method. This research found that the local wisdom must be protected with regulation namely local laws. The existing of local laws could appear the responsibility, right and obligation among local government, stakeholders and community. As the result, it can also increase people this research was conducted Keywords Local Wisdom, Local Laws, Protecting, Competitiveness *Artikel ini merupakan hasil dari penelitian yang dibiayai oleh DP2M Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Penelitian Kerjasama Antar Perguruan Tinggi Tahun 2014. 1. Pendahuluan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah merupakan dasar pijakan pelaksanaan otonomi daerah. Namun, kebijakan dari pemerintah pusat ini belum mampu mengangkat potensi daerah-daerah di wilayah Madura seperti Sampang dan Pamekasan. Undang-undang ini sebenarnya telah memberikan ruang bagi daerah untuk mampu bersaing dengan daerah lain dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan potensi lokal yang dimiliki seperti keberadaan kearifan lokal setempat. Kreatifitas daerah dalam mengembangkan potensi alam, masyarakat dan kekayaan budaya sangatlah penting sehingga daerah seperti Sampang dan Pamekasan dapat bersaing dengan daerah lainnya. Karena Madura secara umumnya masih belum mampu menunjukkan sebagai daerah yang mengalami perkembangan pesat setelah adanya jembatan penghubung Madura dan Surabaya yang dikenal dengan jembatan Suramadu. Oleh karena itu perlu kerangka kebijakan daerah agar mampu memberikan payung hukum bagi para invesntor dan/atau pelaku industri serta masyarakat maupun pemerintah daerah dalam mengembangkan potensi yang ada di daerah. Hal inilah yang perlu untuk dipahami oleh pemangku kebijakan bahwa sebenarnya ada peluang dalam meningkatkan daya saing suatu SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014 ISSN 2339-1553 768 daerah melalui regulasi daerah sebagaimana yang telah diamanahkan dalam undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang telah menempatkan peraturan daerah sebagai salah satu jenis dalam peraturan perundang-undangan serta mempunyai hirarki yang paling bawah. Sementara Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan pada daerah untuk mengembangkan daerahnya sesuai dengan karakteristik daerah itu sendiri. Kerangka kebijakan yang berbasis pada karakteristik daerah seperti kearifan lokal akan sangat penting dalam menunjang pembangunan di daerah asalkan tidak bertentangan dengan peraturan-perundang-undangan yang lain. Oleh karena itu, kearifan lokal ini perlu dioptimalkan dalam semua aspek seperti dalam pembentukan peraturan daerah, dan dalam rencana pembangunan, Namun sebelum hal ini dilakukan, kearifan-kearifan lokal yang ada perlu untuk dilindungi terlebih dahulu dalam kebijakan daerah yang tepat. Berdasarkan hal inilah, penelitian yang diuraikan dalam tulisan ini merupakan penelitian sosio perundangan social legal research sebagai bagian dari penelitian yang bersifat non doktrinal. Penelitian non doctrinal merupakan penelitian yang menfokuskan pada pertama, permasalahan sosial yang muncul dalam masyarakat Madura pasca pembangunan jembatan suramadu, kedua, kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah daerah, ketiga,peraturan perundang-undangan dan buku-buku yang relevan. Dengan demikian maka dapat menghasilkan penelitian sosio perundang-undangan sesuai dengan tujuan penelitian ini. Penelitian sosio perundangan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian empiris. Pendekatan kualitatif merupakan kajian yang menggali data secara mendalam terhadap berbagai sumber yang penelitian empiris digunakan dalam konteks penelitian hukum socio-legal researchyang berfungsi untuk menguji efektifitas kaidah hukum yang berlaku dalam konteks masyarakat dan memungkinkan penggalian data yang bersifat operasional dengan survey, Terry Hutchinson, Researching and Writing In Law, Lawbook Co, Sydney, Australia, Second Edition, 2006, hlm 95. observasi, wawancara, studi kasus, evaluasi, dan penjajagan historis sejarah.2. Pembahasan a. Kearifan Lokal Madura Istilah “kearifan lokal” pada saat ini telah menjadi wacana publik seiring munculnya regulasi pemerintah tentang pelaksanaan otonomi daerah. Hal ini disebabkan karena kearifan lokal akan dapat memacu daerah untuk dapat memunculkan ciri khas daerah sebagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kearifan lokal sendiri mempunyai makna yaitu gagasan-gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik yang tertanam dan diikuti oleh anggota makna ini, kearifan lokal akan dapat menjadi pedoman masyarakat setempat untuk dapat memajukan daerahnya tanpa ada kekerasan dan paksaan. Masyarakat akan secara sukarelah mengikuti karena kearifan lokal ini adalah sesuatu yang baik untuk diikuti. Namun, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kearifan lokal merupakan cultural identity, identitas/kepribadian budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan itu ada pula yang mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai pakar budaya seperti I Ketut Gobyah mengatakan bahwa kearifan lokal adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Sedangkan S. Swarsi Geriya mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Kearifan lokal adalah nilai yang dianggap baik dan benar sehingga dapat bertahan dalam waktu Hutchinson, Terry, Researching and Writing in Law, 87 Sartini, Jurnal Filsafat UGM, Agustus 2004, Jilid 37 nomor 2, hlm 111. Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa, Jakarta Pustaka Jaya, 1986, hlm 18-19. Moendarjito dalam Ayatrohaedi, Kepribadian Budaya Bangsa, Jakarta Pustaka Jaya, 1986, hlm 40 – 41. SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014 ISSN 2339-1553 769 lama dan bahkan Suharti juga memberikan definisi kearifan lokal merupakan kearifan lingkungan yang ada dalam masyarakat di suatu tempat atau daerah sebagai warisan nenek juga mengatakan bahwa kearifan lokal tidaklah sama antar daerah satu dengan daerah lainnya karena kearifan lokal sangat dipengaruhi oleh tempat dan waktu yang berbeda dan suku yang berbeda, sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memunculkan berbagai sistem pengetahuan yang baik yang berhubungan dengan lingkungan maupun sosial. Berdasarkan dari pemahaman tentang kearifan lokal tersebut, maka kearifan lokal yang ada di Madura sangatlah berbeda dengan kearifan lokal dengan daerah lainnya. Masyarakat Madura kita kenal dengan budaya yang khas, unik, stereotipika dan stigmatik yang merupakan niliai-nilai cultural yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan sehari-harinya. Sebagai masyarakat pesisir dengan pekerjaan nelayan, kekhususan cultural ini tampak pada ketaatan, ketundukan dan kepasaraan mereka kepada empat figur utama dalam kehidupan yaitu Buppa, Babu, Guruh, ban Ratoh Ayah, Ibu, Guru dan Pemimpin Pemerintahan. Selain itu pula Madura masih memiliki beberapa nilai budaya yang perlu untuk dilestarikan dan dikembangkan. Diantaranya adalah ungkapan-ungkapan seperti “Manossa coma dharma”, ungkapan ini menunjukkan keyakinan akan kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa. “Abhantal ombha’ asapo’ angen, abhantal syahadad asapo’ iman”, menunjukkan akan berjalin kelindannya budaya Madura dengan nilai-nilai Islam. “ Bango’ jhuba’a e ada’ etembang jhuba’ a e budi “, lebih baik jelek di depan daripada jelek di belakang. “Asel ta’ adhina asal”, mengingatkan kita untuk tidak lupa diri ketika menjadi orang yang sukses dan selalu ingat akan asal mula keberadaan diri. “Lakonna lakone, kennengngana kennengnge” sama halnya Dipetik dari Sartini, Jurnal Filsafat UGM, Agustus 2004, Jilid 37 nomor 2, hlm 112 Suharti dalam prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009. hlm B-206 Suharti dalam prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009. hlm B-206-B-207. dengan ungkapan “The right man in the right place”. “Pae’ jha’ dhuli palowa, manes jha’ dhuli kalodu”, nasehat agar kita tidak terburu-buru mengambil keputusan hanya berdasarkan fenomena. Kita harus mendalami akar permasalahan, baru diadakan analisis untuk kemudian menetapkan kebijakan. “Karkar colpe’”, bisa dikembangkan untuk menumbuhkan sikap bekerja keras dan cerdas, apabila kita ingin menuai hasil yang ingin dinikmati. Selain itu, dari segi bahasapun sebagai budaya lokal juga memiliki keunikan tersendiri dengan masyarakat Madura lain pada umumnya, kalau di Pamekasan bahasa Madura yang di pakai kata-katanya lebih halus ketimbang Bangkalan dan Sampang, namun ada yang lebih halus lagi yaitu bahasa masyarakat sumenep yang di kenal sangat halus. Banyak sekali yang memperdebatkan penggunaan bahasa tersebut, tetapi yang penulis ketahui kalau penggunaan bahasa orang sumenep itu semisal ; Be’na Sumenep, Be’en Pamekasan, Kakeh Sampang, Be’eng/heddeh Bangkalan yang semuanya memiliki arti yang sama yaitu “anda”. Penggunaan bahasa ini memiliki ciri khas tersendiri bagi masyarakat Madura pada umumnya. Tak ayal jika ada streotipe Madura timur sumenep, Pamekasan dan Madura barat Sampang, Bangkalan. Streotipe masyarakat Madura yang kental dikenal oleh masyarakat di luar Madura adalah streotipe yang menyatakan masyarakat Madura itu keras, khususnya pada daerah Pamekasan. Persepsi tentang masyarakat Madura yang keras ini, jika diperhatikan timbul ketika ada kejadian Carok antar individu yang memakan nyawa seseorang, hal itu berdampak negatif bagi masyarakat luar Madura, mereka menganggap masyarakat Madura keras dalam arti membunuh itu di anggap biasa, padahal perlu diketahui bahwa makna carok itu tidak seperti yang dipersepsikan kebanyakan orang luar Madura. Pada mulanya makna carok itu merupakan sebuah kehormatan keluarga yang ketika ada salah satu keluarga semisal istri di ganggu orang lain sampai mempermalukan keluarga, maka jalan terakhirnya adalah carok karena hal itu menyangkut harga diri dan martabat seorang suami sebagai pemimpin. Selain itu, carok ini terjadi pasti ada sebab-sebab yang menyebabkan orang Madura melakukannya. Karena carok merupakan reaksi atas ketidaksabaran seseorang dengan melampiaskanya SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014 ISSN 2339-1553 770 memakai senjata ada peribahasa “angu’an Pote Tolang katembang Pote Matah” Lebi Baik putih Tulang daripada Putih Mata. Akhir-akhir ini ternyata hal itu disalahpahami oleh masyarakat sendiri, sehingga wajar ketika ada streotipe tentang masyarakat Madura itu keras. Kearifan lokal pada budaya Pamekasan ternyata masyarakatnya mempunyai corak budaya yang beranekaragam variasi dengan karakter dan khas tersendiri. Kearifan lokal budaya yang berkembang saat ini semisal Ul-Daul grup musik tradisional yang cukup terkenal karena telah melalang buana di kancah sesungguhnya mempunyai kearifan lokal budaya yang sangat potensial untuk di lestarikan dan di kembangkan demi kemajuan daerah Pamekasan sendiri. Berdasarkan contoh dari kearifan lokal budaya di Pamekasan, maka secara umum budaya Madura mempunyai keunikan yang dibentuk dan dipengaruhi oleh kondisi geografis dan topografis masyarakat Madura yang kebanyakan hidup di daerah pesisir dengan mayoritas penduduk Madura memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Nilai-nilai lokal atau lebih tepatnya kearifan lokal ini perlu untuk dikembangkan sebagai potensi daerah dalam meningkatkan daya saing daerah terutama dalam meningkatkan perekonomian masyarakat Madura. Kearifan lokal ini tidak hanya untuk dikembangkan sebagai ciri khas masyarakat Madura, namun lebih daripada itu perlu juga dibuatkan satu kebijakan daerah untuk melindungi keberadaan nilai-nilai budaya lokal. Kebijakan ini merupakan payung hukum bagi melindungi nilai-nilai lokal tersebut agar tidak tergerus oleh nilai-nilai modernitas atau sebaliknya merupakan payung hukum untuk mensinergiskan nilai-nilai lokal dengan nilai-nilai modernitas. b. Rendahnya pemahaman kearifan lokal bagi masyarakat umum Masyarakat Sampang dan Pamekasan sebagian menyatakan bahwa mereka belum memahami apa itu kearifan lokal. Mereka hanya memahami bahwa daerahnya mempunyai budaya tersendiri Huub De Jonge, Garam, Kekerasan, dan Aduan Sapi Esai- Esai tentang Orang Madura dan Kebudayaan Madura, LKIS, Yogyakarta, 2012, hlm 128-129. yang itu perlu untuk dilindungi. Bagaimana mekanisme perlindungannya mereka serahkan kepada pemerintah daerah. Karena kearifan lokal yang saharusnya dijaga dan dilestarikan sekarang masih jauh dari harapan. Keberadaannya yang seharusnya dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk menarik minat para pengunjung dan meningkatkan daya saing bagi daerahnya belum terwujud. Masyarakat Sampang dan Pamekasan hanya menjalankan kebiasaan-kebiasaan budaya yang telah ada. Meskipun sebagian kecil dari masyarakat di kedua daerah tersebut telah menyadari akan tantangan kearifan lokal yang ada terhadap perkembangan zaman yang semakin modern. Pemahaman akan pentingnya perlindungan terhadap kearifan lokal yang rendah juga dialami oleh mereka yang duduk sebagai wakil rakyat. Sangat sedikit sekali para wakil rakyat ini sadar akan pentingnya perlindungan kearifan lokal daerah setempat. Sementara, peran wakil rakyat yang duduk di DPRD ini sangatlan penting, karena merekalah yang dapat membuat kebijakan daerah berupa peraturan daerah untuk melindungi dan mengembangkan potensi kearifan lokal sebagai upaya meningkatkan daya saing daerah. Jika para wakil rakyat ini tidak memahami pentingnya perlindungan kearifan lokal, maka sangat sulit sekali untuk dituangkan dalam peraturan daerah. c. Optimalisasi Melalui Peraturan Daerah Peraturan Daerah merupakan model solusi yang tepat dalam mengoptimalkan kearifan lokal. Melalui regulasi ini akan sangat jelas bagaimana pemerintah daerah berperan dan bertanggungjawab terhadap kearifan lokal yang ada di daerahnya. Sebab pada kedua Kabupaten Sampang dan Pamekasan masih belum banyak adanya peraturan daerah yang berperan dalam melindungi kearifan lokal tersebut. Kearifan lokal yang ada di Sampang dan Pamekasan dapat dibagi menjadi 2 bentuk kearifan lokal. Pertama adalah kearifan lokal alam yaitu kearifan lokal yang berasal dari alam atau sumber daya alam berupa peninggalan, situs atau hal-hal yang berbentuk secara alamiah. Kedua adalah kearifan lokal budaya yang tidak berbentuk secara fisik. Kearifan lokal yang non fisik atau lebih dikenal dengan budaya adalah sesuatu yang tidak dapat dipegang atau dirasakan SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014 ISSN 2339-1553 771 secara nyata namun dapat kita lihat atau dengar atau dapat dilakukan oleh manusia itu sendiri karena hal itu merupakan tata aturan kehidupan masyarakat setempat. Beragam kearifan lokal yang telah diuraikan di atas khususnya yang ada di Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan mempunyai keunikan dan daya tarik yang luar biasa. Persoalan yang muncul dari kedua kabupaten tersebut adalah tidak adanya pijakan hukum untuk melindungi kearifan lokal tersebut. Dampak dari tidak adanya kebijakan ini adalah akan punahnya kearifan lokal serta daerah yang tidak mempunyai kedayatarikan dan daya saing. Berdasarkan hal inilah perlu adanya model dalam melindungi kearifan lokal dengan bertujuan untuk meningkatkan daya saing daerah. Model yang tepat yang ditawarkan adalah melalui kebijakan daerah berupa peraturan daerah. Kebijakan dapat diartikan segala sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang yang berwenang baik itu berupa lisan maupun tulisan yang harus dilaksanakan atau ditaati oleh yang mendapatkan perintah atau terkena langsung dari kebijakan tersebut. Kebijakan secara tulisan yang dikeluarkan oleh pemerintah harus mengacu kepada teori perundang-undangan karena kebijakan secara tulisan ini berbentuk peraturan atau regulasi. Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah menetapkan jenis dan hirarki perundang-undangan di Indonesia adalah sebagai berikut1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Ketetapan Majli Permusyawaratan Rakyat; 3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; 4. Peraturan Pemerintah; 5. Peraturan Presiden; 6. Peraturan Daerah Provinsi; 7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Model perlindungan dengan bentuk peraturan daerah menurut kami sangat lah tepat karena peraturan daerah merupakan peraturan tertinggi disuatu daerah yang dapat menampung aspirasi masyarakat daerah, menampung keberagaman, keunikan dan kearifan lokal suatu daerah. Pasal 7 Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Selain itu, proses pembentukan peraturan daerah melibatkan dua lembaga penting daerah yaitu Pemerintah Daerah dan DPRD. Suatu aturan yang dihasilkan oleh dua lembaga ini yaitu dalam bentuk peraturan daerah, ini mempunyai arti bahwa pemerintahan daerah tersebut mempunyai tanggung jawab dan harus dilaksanakan karena peraturan daerah merupakan pijakan bagi daerah dalam menjalankan roda pemerintahan. Meskipun setiap produk hukum di daerah tidak lah boleh bertentangan dengan perundang-undangan yang ada diatasnya. Pentingnya peran peraturan daerah ini maka dapat digunakan dalam melindungi dan mengembangkan kearifan lokal yang ada. Hal ini karena peraturan daerah lebih mempunyai kekuatan hukum yang kuat dibanding dengan sebuah peraturan bupati. Selain itu peraturan daerah ini akan lebih mempunyai dampak yang signifikan karena pembuat peraturan daerah dapat melibatkan pemegang peran dalam kearifan lokal tersebut. Meskipun dalam peraturan daerah nanti hanya bersifat umum namun keberadaan peraturan daerah dalam melindungi dan mengembangkan kearifan lokal sangatlah diperlukan. Namun persoalannya adalah adakah niat dari para wakil rakyat sadar bahwa peraturan daerah tentang perlindungan dan pengembangan kearifan lokal ini sudah sangat diperlukan?.Jika mereka sadar bahwa Sampang dan Pamekasan mempunyai potensi dalam pengembangan kearifan lokal ini maka peraturan daerah ini mutlak diperlukan. Berdasarkan survei dalam penelitian ini hampir lebih dari 80% anggota DPRD di Kabupaten Sampang tidak memahami apa itu kearifan lokal. Pembahasan-pembahasan di DPRD lebih banyak membahas masalah anggaran dibandingkan kebijakan-kebijakan non anggaran. Hal ini sungguh disayangkan karena sebagai wakil rakyat sudah seharusnya mampu mengetahui apa yang diperlukan oleh masyarakat dan bagaimana mengembangkan daerah sesuai dengan potensi yang ada. Selain itu, pada dua kabupaten yaitu Sampang dan Pamekasan, masih belum nampak bentuk-bentuk perlindungan kearifan lokalnya. Oleh karena itu dua kabupaten ini perlu untuk segera membentuk peraturan daerah tentang perlindungan kearifan lokal. Dengan berbekal peraturan daerah, akan ada payung hukum bagi pemerintah daerah dan masyarakat dalam melindungi kearifan lokal. SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014 ISSN 2339-1553 772 Sesuai dengan mekanisme dan prosedur pembentukan peraturan daerah, maka sebelum melakukan penyusunan peraturan daerah perlu ada suatu kajian akademik tentang potensi perlindungan kearifan lokal ini. Kajian akademik ini nantinya akan dituangkan dalam naskah akademik sebagai pijakan untuk penyusunan dan pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut. Muatan-muatan yang perlu dimasukkan dalam rancangan peraturan daerah tentang perlindungan kearifan lokal adalah sebagai berikut 1. Pengertian dan makna kearifan lokal yang di kabupaten masing-masing; 2. Tujuan dari pentingnya perlindungan kearifan lokal, dimana salah satunya adalah untuk meningkatkan daya saing daerah; 3. Azas-asas yang digunakan dalam melaksanakan peraturan daerah ini nantinya sebagai pedoman bagi pemegang peran untuk melaksanakan substansi dari pasal-pasal yang ada dalam peraturan daerah nantinya; 4. Strategi daerah dan tanggung jawab pemerintah daerah dalam melindungan kearifan lokal; 5. Peran serta masyarakat atau pihak lain yang mempunyai kepentingan dalam melindungi dan melestarikan kearifan lokal tersebut guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan daerah setempat; 6. Penganggaran oleh pemerintah daerah dalam mendukung perlindungan kearinfan lokal ini sehingga ada keberlanjutan; 7. Identifikasi tentang jenis dan ragam kearifan lokal. 8. Sistem perlindungan kearifan lokal dan tentang bagaimana mengembangkan potensi daerah melalui berbagai kegiatan yang dikelola oleh dinas yang berkaitan. 9. Perlu penataan kearifan lokal untuk meningkatkan daya saing daerah melalui wisata budaya. Materi muatan di atas merupakan materi umum yang nantinya akan diuraikan dalam pasal-pasal di rancangan peraturan daerah tentang perlingundan kearifan lokal. Materi muatan ini akan dibahas secara detail lagi dalam naskah akademik sehingga dapat diketahui alasan-alasan mengapa suatu materi dalam rancangan peraturan daerah tersebut perlu dimasukkan. d. Fungsi dan Manfaat dari Peraturan Daerah Meregulasikan kearifan lokal dalam sebuah produk perundang-undangan seperti peraturan daerah tidaklah mudah. Perlu sebuah kajian terlebih dahulu kenapa hal ini perlu dituangkan dalam peraturan daerah. Untuk menjawab hal inilah penelitian ini dilakukan dan menghasilkan beberapa hal sebagaimana diuraikan diatas. Oleh karena itu, kebijakan yang dikeluarkan dengan peraturan daerah mempunyai fungsi sebagai berikut 1. Sebagai dasar bagi pemerintah daerah agar melaksanakan apa yang diperintahkan dalam peraturan daerah tersebut; 2. Sebagai pelindung terhadap kearifan lokal tersebut; 3. Sebagai sarana kontrol dari masyarakat untuk melihat sejauh mana peran pemerintah daerah Selain itu manfaat dari peraturan daerah terhadap perlindugan dan optimalisasi kearifan lokal adalah sebagai berikut 1. Dapat meningkatkan daya saing daerah, karena karakteristik yang ada telah dilindungi secara hukum; 2. Dapat memberikan peluang bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraannya melalui usaha-usaha dari dampak perlindungan dan pengembangan kearifan lokal ini. Seperti jika pemerintah daerah mengoptimalkan potensi kearifan lokal ini untuk tujuan daya tarik wisata, maka masyarakat dapat berperan dalam mengembangkan potensi wisata ini. 3. Simpulan dan Saran Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pada Kabupaten Sampang dan Kabupaten Pamekasan belum ada regulasi yang mengatur tentang perlindungan dan pengembangan kearifan lokal yang digunakan untuk meningkatkan daya saing daerah. Namun di Kabupaten Pamekasan terdapat peraturan bupati yang mengatur tentang perlunya pendidikan sejarah, budaya dan bahasa daerah yang perlu diajarkan dalam pendidikan. Sedangkan pada Kabupaten Sampang para anggota DPRD masih banyak yang belum SEMINAR NASIONAL RISET INOVATIF II, TAHUN 2014 ISSN 2339-1553 773 mengetahui apa itu kearifan lokal dan seberapa penting kearifan lokal itu untuk meningkatkan daya saing daerah. Hasil pembahasan ini kami menyarankan tentang pentingnya sosialisasi kearifan lokal yang ada serta perlunya kebijakan publik di daerah guna untuk melindungi dan mengembangkan kearifan lokal tersebut. Kebijakan publik ini akan lebih baik jika dituangkan dalam peraturan daerah yang dibuat oleh DPRD berserta pemerintah daerah yang dapat pula melibatkan masyarakat atau tokoh masyarakat yang memahami kearifan lokal. 4. DAFTAR PUSTAKA Anwarul Yaqin, 2007, Legal Research and Writing, Lexis Nexis, Kelana Jaya, Selangor, Malaysia. Encik Muhammad Fauzan, 2009, Jurnal Hukum Republica, Volume 9 Nomor 1, Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning Pekan Baru. Encik Muhammad Fauzan,2008, Partisipasi Masyarakat dalam Perubahan Kebijakan Publik tinjauan dari teori, hukum, dan praktek, sebuah studi di Kabupaten Bangkalan, Imsa Media Utama, Surabaya. Encik Muhammad Fauzan,2008, Pembentukan Peraturan Daerah, Imsa Media Utama, Surabaya. Encik Muhammad Fauzan, 2007, Partisipasi Masyarakat dalam Perubahan Kebijakan Publik, Jurnal Hukum Rechtidee, volume 2 nomor 2, Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo, 2007. Huub De Jonge, 2012, Garam, Kekerasan, dan Aduan Sapi Esai- Esai tentang Orang Madura dan Kebudayaan Madura, LKIS, Yogyakarta. Nurma Ali Ridwan, Landasan Kearifan Lokal, Jurnal IBDA’, Vol. 5, No. 1, Jan-Jun 2007. R. Herlambang Perdana Wiratraman, 2008, Otonomi Daerah dan Hak Partisipasi Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan , Jurnal Konstitusi, Volume 1 Nomor 1, LKK Universitas Airlangga. Riant Nugraha, 2006, Kebijakan Publik untuk Negara-negara berkembang, Elek Media Kompotindo, Jakarta. Saharuddin, Pemberdayaan Masyarakat Miskin Berbasis Kearifan Lokal, Soladirity, Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia. Vol 3. Nomor 01, April 2009. Suharti, Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009. Sartini, Menggali Kearifan Lokal Nusantara Sebuah Kajian Filsafati, Jurnal Filsafat UGM,Agustus 2004, Jilid 37 nomor 2. Marcus J. Pattinama, Pengentasan Kemiskinan Dengan Kearifan Lokal Studi Kasus Di Pulau Buru-Maluku dan SUrade Jawa Barat, Jurnal Makara-Sosial Humaniora, VOL 13. No. 1, Juli 2009. Terry Hutchinson, 2006, Researching and Writing In Law, Lawbook Co, Sydney, Australia, Second Edition. ... This local wisdom can be a guideline for society to be able to advance its territory without violence and coercion. The community will follow voluntarily for the sake of advancing the region [1]. ...The sharia-based local laws and regulations are justified by Indonesian statutory for local wisdom protections. Meanwhile, how they run to crate welfare and good local government becomes the main issue. Therefore, it aims to evaluate their achievement due to the goals of the Shariah namely blessing and harmony. This is qualitative research, located in Pamekasan. It applies descriptive and evaluative analysis toward Sharia-based local laws in those locations. This research finds that Sharia-based local laws are significantly needed to accommodate Islamic values as local wisdom and identity for people in Pamekasan. The local laws generally rule on the prohibition of distribution of alcoholic beverages, the license of Islamic rural banking. Although the regions are Islamic cultured, in fact, the government apparatus has yet reflected the Islamic value and less attention in regulating zakat in whereas it is capable of reducing the telah menjadi bagian diskursus global yang popular dan menjadi bagian dari strategi pembangunan, khsusunya dalam dimensi untuk pengembangan kapasitas, dan pembebasan dari cengkeraman ketertundukan terhadap kekuasaan. Konsep pemberdayaan memiliki makna yang luas hampir sama dengan konsep pembangunan yang banyak digunakan untuk menggambarkan proses menuju suatu kondisi yang lebih baik. Ketika konsep pemberdayaan’ disandingkan dengan konsep komunitas’ atau masyarakat’, maka akan bermakna sebagai upaya untuk menjadikan masyarakat lebih maju, lebih bertenaga sehingga mampu bangkit untuk melaui kekuatan sendiriResearchGate has not been able to resolve any references for this publication.
KBRNBintuni. Sumber daya alam (SDA) yang melimpah di Kabupaten Teluk Bintuni wajib kita syukuri, karena memiliki 4 hal penting yang dapat dijadikan sebagai modal dasar pembangunan, dan kemajuan Daerah. Yaitu memiliki potensi kekayaan SDA yang cukup melimpah, memiliki keragaman
Setiap daerah memiliki keunikan dan budaya masyarakat sendiri. Keunikan suatu daerah menjadi modal utama untuk meningkatkan kehidupan masyarakat. Banyak daerah berusaha menggali potensi daerahnya dan mengembangkannya. Salah satunya adalah satu kota penghasil batik terbanyak di Indonesia adalah? Solo Yogyakarta Semarang Bandung Semua jawaban benar Jawaban ASolo. Dilansir dari Ensiklopedia, setiap daerah memiliki keunikan dan budaya masyarakat sendiri. keunikan suatu daerah menjadi modal utama untuk meningkatkan kehidupan masyarakat. banyak daerah berusaha menggali potensi daerahnya dan mengembangkannya. salah satunya adalah satu kota penghasil batik terbanyak di indonesia adalah solo. Jawabanterverifikasi. Halo Lestari L, Kakak bantu jawab ya! Jawaban : B. Homogen Pembahasan : Integrasi sosial adalah sebuah proses penyesuaian unsur-unsur sosial yang beragam (seperti; agama, bahasa, ras, nilai) dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan atau dengan kata lain menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang baru.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Seringkali, meski tidak selalu, yang dijadikan sebagai penanda atau penciri untuk menunjuk kekhasan alias keunikan suatu daerah atau tempat tertentu adalah makanan alias kuliner daerah tersebut. Contohnya Bandung identik dengan peyeum-nya, Madura dan Betawi dengan soto-nya, dan Jogja dengan gudeg-nya. Sedangkan untuk kasus Banten, selain sate bandeng, makanan atau kuliner yang juga diidentikkan dengan kekhasan Banten adalah nasi sumsum dan rabeg wedhus. Selain tentu saja ada kuliner rakyat Banten yang telah lama akrab dengan lidah kita, yaitu nasi uduk. Oleh Sulaiman Djaya Pekerja Budaya Sementara itu, secara sosiologis dan antropologis, aneka kuliner di Nusantara juga mencerminkan keragaman dan kekayaan kultural masyarakat Nusantara itu sendiri. Makanan rakyat, demikian ujar salah-seorang pengajar di Jurusan Antropologi UGM, Lono Simanjuntak, adalah salah-satu cerminan unsur budaya yang cukup sentral karena menunjukkan penanda keragaman pencerapan tubuh manusianya, yang dalam hal ini adalah lidah dan selera, yang ternyata tidak sama alias memiliki kekhasan dalam setiap etnis dan masyarakat di Nusantara. Contohnya perbedaan antara orang Jawa yang menyukai manis dengan orang Padang yang menyukai pedas. Hal lain yang juga menarik adalah keragaman dan kekhasan makanan atau kuliner setiap etnis atau masyarakat di Nusantara tersebut erat kaitannya dengan lingkungan alam dan kondisi sosial masyarakatnya. Sebut saja sebagai contohnya unsur-unsur atau bahan-bahan yang menjadi makanan alias kuliner suatu masyarakat atau etnis-etnis tertentu di Nusantara berkait erat dengan khasanah kekayaan alam dan kondisi lingkungan yang membentuk budaya masyarakatnya. Contohnya, masyarakat di Papua cukup akrab dengan kuliner dan makanan yang terbuat dari sagu dan masyarakat di Madura dengan jagung. Yang juga tak kalah remeh, yang dalam hal ini secara ekologis, ada banyak ragam makanan atau kuliner masyarakat di Nusantara yang dalam proses pembuatannya ramah lingkungan alias tidak merusak secara ekologis, semisal ragam makanan atau kuliner dan jajanan rakyat yang menggunakan daun jati dan daun pisang sebagai kemasan dan pembungkusnya, dan lain sebagainya. Ragam Budaya Banten dalam Kuliner Seperti di masyarakat-masyarakat atau etnis-etnis lainnya di Nusantara, seperti telah disebutkan, ada banyak ragam makanan atau kuliner masyarakat Banten yang dapat menjadi penanda atau penciri kultural masyarakat Banten, semisal nasi sumsum, nasi uduk, dan rabeg wedhus, untuk menyebut beberapa contohnya saja. Dan rupa-rupanya, keragaman makanan atau kuliner masyarakat Banten itu, juga mencerminkan keragaman dan kekayaan kultural, yang pada saat bersamaan, juga menjadi penciri alias penanda aspek-aspek sosial dan historis makanan atau kuliner itu sendiri. Sebagai contoh, rabeg wedhus konon dalam sejarahnya merupakan menu makanan favorit para Sultan Banten, yang dapat dikatakan sebagai menu wajib di keraton Kesultanan Banten. Sementara nasi sumsum dan nasi uduk merupakan makanan dan kuliner masyarakat Banten kebanyakan alias masyarakat Banten pada umumnya. Meski untuk konteks saat ini, diferensiasi tersebut telah lebur, hilang, dan mencair seiring perubahan sosial-politik masyarakat dan maraknya kehidupan masyarakat kapitalis mutakhir yang nyaris seragam. Singkatnya, meskinya mulanya kuliner atau makanan tertentu merupakan menu kelas tertentu pula, sekarang sudah tidak lagi berlaku, alias telah mengalami demokratisasi makanan dan kuliner dalam masyarakat Banten, seperti juga dalam masyarakat-masyarakat atau etnis-etnis lain di Nusantara. Ragam kuliner dan makanan masyarakat Banten tersebut, dapat kita jumpai di beberapa tempat, khususnya di wilayah Serang, semisal di kawasan Pasar Lama yang juga terkenal dengan jajanan rakyat bubur sumsumnya itu, Royal, kawasan Ciceri dan lain sebagainya. Dan khusus untuk nasi uduk dan bubur sumsum itu, kita dapat menjumpainya di waktu-waktu malam hari, meski tidak selalu. Budaya Sosial-Keagamaan Kuliner Masyarakat Seperti juga di masyarakat-masyarakat atau etnis-etnis lain di Nusantara, ada ragam makanan atau kuliner tertentu masyarakat Banten yang dibuat pada waktu-waktu tertentu pula, semisal ragam makanan dan kuliner yang dibuat pada hari-hari raya atau hari-hari suci keagamaan dan pada bulan Ramadhan alias bulan puasa ummat Islam. Contohnya adalah apem, rangginang, ketupat, kolak, gemblong, tape, jipang, dodol, dan masih banyak lagi yang akan menjelma deret panjang bila diabsen satu persatu. Setidak-tidaknya, pembuatan ragam makanan dan kuliner masyarakat Banten pada waktu-waktu tertentu, semisal pada hari-hari raya atau hari-hari suci keagamaan dan pada bulan puasa itu, mencerminkan dekatnya nuansa religius dan keagamaan dalam tradisi atau budaya pembuatan ragam makanan dan kuliner dalam masyarakat Banten itu sendiri. Selain itu, ada juga ragam makanan atau kuliner masyarakat Banten yang dibuat, disajikan, dan disantap dalam upacara-upacara selamatan atau riungan, semisal nasi kuning, nasi ketan, bubur beras, dan lain sebagainya, yang dapat dijadikan sebagai penanda bahwa memang ragam makanan atau kuliner tertentu masyarakat Banten memang dikhususkan sebagai “sajian” yang sifatnya sakral dan dalam rangka upacara keselamatan semisal ruwatan atau selamatan anak yang baru lahir dan membuat rumah. Kuliner Sebagai Identitas dan Kekayaan Budaya dan Pariwisata Tak ragu lagi, selain aspek sosial dan keagamaan ragam makanan atau kuliner masyarakat Banten itu, juga akan menjadi daya-tarik dan kekayaan yang sifatnya “kebudayaan dan kearifan lokal” dan juga dapat menjadi daya-tarik pariwisata Banten itu sendiri. Kita sudah maphum, ketika orang mengunjungi sebuah tempat wisata, mereka juga tak semata-mata ingin menikmati keindahan atau kekhasan suatu daerah yang dikunjungi, melainkan juga ingin mengetahui dan merasakan kekhasan makanan dan kuliner daerah atau tempat yang mereka datangi dan mereka kunjungi. Jika demikian, maka tak ragu lagi, keragaman kuliner atawa jajanan masyarakat Banten seperti nasi sumsum, rabeg wedhus, nasi uduk, bubur sumsum, sate bandeng, dan yang lainnya itu, akan menjadi penanda, penciri, atau penunjuk budaya dan identitas apa yang akan kita sebut kekhasan Banten sebagai lanskap kultural dan pariwisata. Bahkan, dan di sini kita boleh bangga, sate bandeng dan nasi sumsum, sudah cukup populer bagi masyarakat-masyarakat lain di luar Banten, bahkan wisatawan asing. Namun demikian, masih banyak ragam makanan atau kuliner masyarakat Banten lainnya yang belum cukup dikenal oleh masyarakat atau orang dari luar Banten, semisal nasi uduk Banten dan bubur sumsum. Dan sebelum tulisan ini disudahi, sekali lagi tulisan ini ingin menekankan, bahwa ragam makanan atau kuliner masyarakat Banten, semisal nasi sumsum dan rabeg wedhus, selain sate bandeng yang sudah populer itu, tak bisa diingkari, adalah juga salah-satu identitas dan paten sosial-budaya masyarakat Banten yang akan menjadi penciri atau penanda apa yang akan kita sebut sebagai Banten itu sendiri. Bahwa Banten juga tidak hanya silat, magic atau debus, tetapi kearifan lokal dan keragamanan budayanya, yang dalam hal ini salah-satu contohnya tercermin dalam keragaman makanan atau kuliner masyarakatnya. [] Sumber Radar Banten, 10 Juli 2012. Lihat Foodie Selengkapnya
u8C05E.
  • cw5d0xmx9p.pages.dev/511
  • cw5d0xmx9p.pages.dev/243
  • cw5d0xmx9p.pages.dev/169
  • cw5d0xmx9p.pages.dev/456
  • cw5d0xmx9p.pages.dev/350
  • cw5d0xmx9p.pages.dev/305
  • cw5d0xmx9p.pages.dev/433
  • cw5d0xmx9p.pages.dev/331
  • keunikan suatu daerah dapat dijadikan modal untuk